Wednesday, February 10, 2016

Ini Ternyata Penyebab Orang Jepang Enggan Membunyikan Klakson!

Foto Ilustrasi

Selalu saja ada hal yang menarik saat traveling ke Jepang. Coba perhatikan saat Anda sedang berada di jalanan, pasti jarang terdengar klakson kendaraan. Padahal, jalanannya cukup macet lho. Kenapa ya?

Kala menjelajahi Jepang selama satu minggu, beberapa waktu lalu atas undangan Japan National Tourism Organization (JNTO) dan Cathay Pacific, saya dan rombongan media dari Jakarta menjelajahi kota-kota di Jepang. Dari kota kecil Hakata sampai kota metropolitan Tokyo.

Yang menarik bagi saya, adalah jarang terdengar suara klakson di jalanan. Contohnya, ketika sedang berada di Hiroshima dan bus yang saya tumpangi akan menepi, di depannya ada mobil yang sedang menurunkan banyak barang. Cukup lama dan membuat rombongan saya tidak sabar, karena kami ingin makan siang.

Tapi, supir bus sama sekali tidak membunyikan klakson. Dia tetap sabar menunggu sampai mobil itu jalan. Bukannya dengan membunyikan klakson, bisa memberitahu kalau di belakang ada kendaraan ya?

"Untuk apa membunyikan klakson kalau bukan untuk sesuatu yang penting. Bisa membuat bising," ujar Tatsuo Yoshino, pemandu yang menemani rombongan kami.

Yoshino menambahkan, bunyi klakson juga bisa membuat orang-orang Jepang menjadi stres. Oleh sebab itu, mereka tidak akan membunyikan klakson jika benar-benar bukan sebagai pengingat yang penting atau berbahaya.

"Semua orang menghargai apa yang dilakukan orang lain. Semua orang pun tahu diri di jalan. Ketika hijau kendaraan jalan, saat merah kendaraan berhenti dan jika ada yang menyeberang kendaraan akan berhenti untuk memberi ruang," paparnya.

Tentu, ini jadi 'culture shock' lainnya yang saya rasakan di Jepang. Benar kata Yoshino, kendaraan bermotor dengan tertib melintasi jalanan dan menaati rambu. Kembali ke soal klakson, saya mendapati hal yang sama ketika sedang perjalanan dari Osaka ke Tokyo.

Saat itu, bus kami sedang berada di jalan tol yang kondisinya padat merayap. Cuaca pun cukup terik. Usut punya usut, jalur jalanan yang kami lewati sedang dalam perbaikan, yang mana tadinya terdapat empat jalur, jadi hanya dua saja yang bisa dilewati. Namun lagi-lagi, semuanya tertib dan tidak ada klakson yang terdengar.

Saat berada di jalanan Tokyo, kawasan Shinjuku tepatnya lagi-lagi saya tidak mendengar bunyi klakson. Asal tahu saja, kawasan tersebut sangat padat dan ramai oleh masyarakat setempat serta turis. Namun jika ada yang menyeberang jalan dan lampu sudah mulai hijau untuk kendaraan, maka para pengendara akan sabar menunggu orang yang menyeberang terlebih dulu.

Kota yang bersih dari sampah, jalanan yang tertib kendaraan dan jarang suara klakson terdengar, membuat Jepang begitu nyaman untuk dikunjungi. Bahkan, mungkin tidak sedikit traveler yang bermimpi, agar negerinya bisa mencontoh Negeri Sakura ini.

(aff/fay)

travel.detik.com

Darimana Valentine Berasal?

Ustadz Felix Siauw

Menjijikkan. Kata itu mungkin paling tepat untuk menggambarkan asal mula hari Valentine. Ustadz Felix Siauw menjelaskan bahwa valentine day berasal dari perayaan pagan Lupercalia yang aktifitas utamanya adalah seks massal.

Dai muda ini menjelaskan, Perayaan Lupercalia adalah kebudayaan pagan Romawi untuk memuja Lupercus sang dewa kesuburan dan Hera dewi pernikahan.

“Karena inti perayaan Lupercalia ini ialah kesuburan, maka aktivitas seks massal menjadi hidangan utamanya,” tulisnya di akun twitter @felixsiauw, Sabtu (24/2/2015).

Festival tersebut berlangsung setiap tahun pada 13 – 18 Februari. Pada puncak acaranya, laki-laki dan wanita yang mengikuti acara tersebut dipasang-pasangkan kemudian masing-masing pasangan bercinta semalam suntuk. Selain itu, mereka juga meneguk minuman keras hingga mabuk.

Paus Gelasius, lanjut ustadz Felix, mengesahkan perayaan ini menjadi hari raya gereja pada tahun 496 Masehi. “Karena tak sanggup menghapuskan tradisi pagan ini,” ungkap ustadz Felix.

Namanya pun diubah dari Lupercalian Festival menjadi Valentine Day sembari dikarang sebuah cerita St. Valentinus yang mati demi cinta.

Pada tahun 1969, gereja melarang Valentine Day karena diketahui sebagai pembenaran Lupercalian Festival. Tetapi larangan itu terlambat karena cerita St. Valentinus telah mengakar dalam benak kaum kristiani.

Parahnya lagi, kini sebagian remaja muslim juga termakan propaganda valentine sebagai hari kasih sayang. Kendati dinamakan hari kasih sayang, tetap saja Valentine Day tidak bisa lepas dari seks bebas. Di Amerika Serikat, 14 Februari diperingati sebagai Nation Condom Week karena sadar pada hari itu banyak terjadi hubungan haram tersebut. Di Indonesia, beberapa tahun juga menjadi berita penjualan kondom meningkat tajam saat hari valentine. Na’udzubillah. [Ibnu K/bersamadakwah]

Waspada Banjir dan Puting Beliung Di Bandung

Foto ilustrasi

Curah hujan di Bandung dan sekitarnya pada Februari 2016, pada umumnya di atas normal. Untuk itu, waspada terhadap kemungkinan terjadinya potensi banjir dan pergerakan tanah. Waspada pula terhadap kemungkinan terjadinya angin puting beliung.

"Pantauan pada beberapa titik untuk menentukan daerah prakiraan hujan diketahui bahwa jumlah curah hujan pada dasarian pertama sudah di atas normal," ungkap Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung, Annie Hanifah di kantornya, Jalan Cemara Bandung, Rabu (10/2/2016).

Menurut Annie, total curah hujan di BMKG Jalan Cemara yang mewakili Bandung Utara pada dasarian satu mencapai 94,4 mm, Cileunyi (Bandung Timur) total curah hujannya 102 mm, Padalarang (Bandung Barat) 109 mm. "Lembang (Bandung Utara) mencapai 102,2 mm," katanya.

Dikatakan Annie, matahari saat ini berada di sebelah Selatan, pembentukan awan hujan dan uap air juga banyak, hal ini berpotensi terjadinya hujan. "Biasanya pagi hari cuaca terasa panas, hujan akan turun pada sore harinya," ucapnya.

Anne mengatakan hujan setidaknya dipengaruhi tiga faktor suhu, angin dan kelembaban udara. Bila suhu bagus, kecepatan angin rendah serta kelembaban udara tinggi maka bisa turun hujan dengan intensitas ringan dan sedang. "Bahkan bisa turun hujan lebat," paparnya.

Berdasarkan dinamika atmosfer kata Annie, potensi penguapan di wilayah Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan klimatologinya, indeks dipole modenya juga negatif. Hal ini memberikan indikasi terjadi potensi penambahan pasokan uap air di wilayah Indonesia Bagian Barat, kecuali Indonesia Bagian Tengah dan Indonesia Bagian Tengah.

"Dipole mode adalah perbandingan suhu muka laut di Sumatera Bagian Barat dan Afrika Timur. Bila dipole modenya negatif artinya terjadi penambahan massa uap air di wilayah Indonesia Bagian Barat, kecuali Indonesia Bagian Tengah dan Timur," tuturnya.

Annie mengatakan pada Februari-Maret, fenomena El Nino berada pada kondisi moderat (menengah). Dampaknya, potensi awan hujan akan lebih banyak, suhu muka laut di perairan Indonesia juga hangat sehingga intensitas hujan akan bertambah.

"Puncak musim hujan di Kota Bandung diperkirakan akan terjadi pada Maret mendatang. Berdasarkan rata-rata 30 tahunan curah hujan di Kota Bandung, normalnya rata-rata curah hujan tertinggi di Kota Bandung terjadi pada Maret. Sementara untuk beberapa wilayah di Jawa Barat, puncak musim hujan diperkirakan pada Februari ini," ungkapnya. (Yeni Ratnadewi/A-88)**